PENENTUAN KADAR ASPIRIN DAN KADAR KAFEIN DALAM TABLET
I. Tujuan Percobaan
II. Dasar Teori
Aspirin atau asam asetil salisilat yang ditemukan olehs seorang ilmuan berkebangsaan jerman yaitu Felix Hoffmann yang berusaha menemukan cara alternatif dalam mengobati arthritis tanpa menggunakan natrius salisilat. Natrium salisilat yang digunakan untuk mengobati arthritis sering menyerang lapisan lambung dan menyebabkan pasien sakit yang cukup akibat iritasi. Karena keasaman membuat salisilat keras pada perut, ia mulai mencari formasi asam yang menyebabkan dia untuk mensintesis asam asetil salisilat, suatu senyawa yang berbagi sifat terapeutik salisilat lain tetapi tidak memiliki keasaman yang kuat yang menyebabkan iritasi lambung. Pada tanggal 10 agustus 1987, Hoffmann berhasil mensintesis asam asetil salisilat(ASA) untuk pertama kalinya dalam bentuk stabil yang dapat digunakan untuk aplikasi medis. Dengan acetylating asam salisilat dengan asam asetat, ia berhasil menciptakan asam asetil salisilat(ASA) dalam bentuk kimia murni dan stabil(Fessenden,1986).
Kafein adalah salah satu jenis racun yang dapat memengaruhi urat syaraf untuk melakukan hal-hal yang lebih berat. Kafein merupakan turunan purin yang merupakan golongan basa ketiga yang penting dalam suatu tumbuhan kadar aman kafein didalam suatu tablet obat adalah 50 mg/tablet serta kafein merupakan alkaloid putih dengan rumus senyawa kimia C8H10N4O2 dan rumus bangun 1,3,7-trimetil xanthine. Kafein mempunyai kemiripan struktur kimia dengan 3 senyawa alkaloid yaitu xanthin, theophylline, dan theobromine(Anderson,1975).
Pengujian kandungan aspirin dan kafein menggunakan titrasi, dimana zat yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang telah diketahui konsentrasinya. Lalu konsentrasi titran dihitung. Reaksi harus berlangsung cepat, kuantitatif, dan tidak ada reaksi samping(Khophar,1990).
Asam asetil salisilat atau yang lebih dikenal dengan asetosal atau aspirin merupakan senyawa yang memiliki khasiat sebagai analgesik, antireptik, dan anti inflamasi pada penggunaan dosis besar. Asetosal termasuk produk over the counter(OTC) yang dapat diperoleh tanpa resep dokter dan telah digunakan secara luas dimasyarakat. Beberapa dekade terakhir ini, asetosal bukan lagi merupakan pilihan utama sebagai analgesik dikarenakan efek sampingnya yang dapat mengiritasi lambung. Untuk mengurangi efek iritasi lambung ini, asetosal biasanya dibuat dalam bentuk tablet biasa, buffered tablets, enteric tablets, enteric coated tablets, dispersible tablets, suppositoria dan lain-lain. Khasiat lain yang dimiliki asetosal pada penggunaan dosis kecil adalah sebagai anti platelet yang dapat mengurangi kemungkinan terjadinya infark miokard pada orang dengan resiko tinggi stroke sehingga asetosal diproduksi dengan dosis sediaan 80 dan 160 mg/tablet dengan aturan pakai 1 tablet/hari(Vichare et al,2010).
Aspirin merupakan obat analgesik, anti-inflamasi dan anti piretik yang sangat luas penggunaannya. Dalam dosis rendah, aspirin digunakan sebagai zat antitrombosis untuk mencegah agregasi platelet melalui penghambatan enzim siklooksigenase. Aspirin diabsorpsi secara cepat di saluran pencernaan bagian atas terutama dibagian pertama duodenum. Setelah pemberian secara oral, aspirin terhidrolisis secara cepat di dalam tubuh menghasilkan asam salisilat sebagai metabolit utama. Bioavailabitas aspirin rendah akibat first pass effect metabolsme dan hidrolisis menjadi salisilat di dinding usus. Banyak penelitian melaporkan bioavailabilitas aspirin dalam bentuk asam salisilat. Oleh karena itu, pemantauan asam salisilat sebagai metabolit utama dalam darah bersama-sama aspirin sangat diperlukan untuk menentukan formakokinetik aspirin. Beberapa penelitian menggunakan metode HPLC untuk mentapkan aspirin sebagai senyawa tunggala atau penetapan aspirin bersama dengan asam salisilat(Jarosova et al,2014).
Kafein menghambat produksi melatonin diotak hambatannya berlangsung 6-9 jam, asupan teratur pada perempuan hamil dapat meningkatkan resiko penurunan berat badan pada bayi serta dapat merusak janin dan menyebabkan keguguran spontan, dapat menghambat enzim-enzim pembentukan memori dan pada akhirnya menyebabkan kehilangan memori, kafein juga dapat merusak DNA dan menyebabkan DNA menjadi abnormal dengan menghambat mekanisme perbaikan DNA. Kafein itu sendiri berbentuk kristal dan berwarna putih, dengan rumus molekul C8H10N4O2 degan sifat sukar sekali larut dalam air dan alkohol tetapi kafein dapat dalam kloroform. Kafein berbentuk bubuk putih dan tidak ada bau serta memiliki titik lebur dengan rentang 227-228°C(anhidrat) dan 234-235°C(monohidrat). Titik didih kafein 178°C(menyublim) serta merupakan basa yang bersifat sangat lemah dalam air(Sumardjo,2009).
Kafein diperoleh dengan menyaring larutan kopi menggunakan kertas saring, kemudian dipisahkan dengan corong pisah dengan menggunakan penambahan kalsium karbonat dan kloroform. Kalsium karbonat berfungsi untuk memutuskan ikatan kafein dengan senyawa lain, sehingga kafein akan ada dalam basa bebas. Kafein dalam basa bebas tadi akan diikat oleh kloroform, karena kloroform merupakan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula. Kemudain dilakukan pengocokkan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang diekstraksi pada 2 lapisan yang terbentuk(Ramalakshmi et al,2015).
III. Metodologi Percobaan
3.1 Alat dan Bahan
a. Erlenmeyer (2 buah)
b. Labu ukur (1 buah)
c. Gelas ukur (2 buah)
d. Pipet tetes (1 buah)
e. Indikator PP (2 tetes)
f. Larutan kanji (1 ml)
g. Laruan etanol (2 ml)
h. Larutan Iod 0,1N (20 ml)
i. Larutan NaOH 0,1N (30 ml)
j. Larutan Na2S2O3 0,1N (30 ml)
l. Akuades (secukupnya)
m. Sampel kafein(kopi) (0,5 gram)
n. Aspirin dalam bentuk serbuk (secukupnya)
3.2 Gambar Alat
-
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Penentuan kadar aspirin
3.3.2 Penentuan kadar kafein
IV. Data dan Analisa
4.1 Data Percobaan
4.2 Analisa Data
Prinsip percobaan penentuan kalor aspirin dan kadar kafein dalam tablet pada percobaan ini adalah titrasi secara iodimetri dan iodometri. Penentuan kadar aspirin dilakukan secara iodimetri(titrasi langsung) dan penentuan kadar kafein dilakukan secara iodometri(tidak langsung).
Rekomendasi Laporan lain:
Dalam mensistesis aspirin, pada percobaan ini digunakan aspirin yang sudah berbentuk serbuk yang nantinya akan dilakukan atau dicampurkan ke dalam 5 ml larutan etanol. Massa dari aspiring yang digunakan sekitar 0,53 gram. Setelah larut dalam etanol, larutan aspirin dipisahkan menjadi 2 larutan agar dapat membandingkan volume NaOH 0,1N yang digunakan selama proses titrasi iodimetri pada larutan aspirin A dan larutan aspirin B. Sebelum dititrasi, larutan terlebih dahulu dipanaskan menggunakan spiritus sehingga mendidih. Setelah itu, larutan ditambahkan dengan akuades agar dapat mudah bereaksi saat dititrasi. Titrasi dilakukan dengan penambahan indikator PP. Dalam titrasi terjadi reaksi berikut :titrasi dihentika setelah warna yang semula putih jernih menjadi merah jambu. Jika reaksi terjadi kelebihan NaOH, maka reaksi menjadi :
reaksi berlebihan NaOH ini dapat mengakibatkan gagalnya proses titrasi ataupun dalam melakukan penentuan kadar aspirin dalam tablet. Dari hasil percobaan 4.1 dapat dilihat bahwa selama percobaan penentuan kadar aspirin dikatakan berhasil karena volume NaOH 0,1N yang diperoleh bawah 10 ml dan perubahan warna menjadi merah jambu sesuai dengan literatur. Dari hasil perhitungan 7.2.1 diperoleh perhitungan kadar aspirin sebesar 92,7% dengan perolehan mol aspirin 2,575.10-3 mol dan massa aspirin 0,4635 gram. Penentuan kadar kafein menggunakan beberapa reagen yang berbeda dengan penentuan kadar aspirin tetapi dalam prosesnya kurang lebih sama walaupun jenis titrasinya berbeda. Kafein diletakkan atau dimasukkan ke dalam labu ukur dengan massa kafein 0,51 gram yang nantinya kafein ini akan dicampurkan dengan larutan etanol setelah itu dilakukan pengocokkan pada labu ukur kurang lebih 10 menit dengan tujuan diperolehnya larutan yang homogen(serbuk kafein melarut dengan rata).
Penambahan asam sulfat(H2SO4) 10% bertujuan agar larutan dalam suasana asam, karena ekstraksi kafein ini menggunakan etanol yang lebih optimal dengan suasana asam. Setelah penambahan H2SO4 10% dilakukan penambahan larutan iodin, hal ini dilakukan untuk mengadisi ikatan rangkap pada kadar kafein sehingga memudahkan dalam mengetahui kadar atau konsentrasi dari kafein. Sama halnya dengan aspirin dilakukan penambahan akuades agar mempermudah bereaksi, bedanya terdapat paddat proses pemanasan menggunakan spiritus. Pada kafein tidak dilakukan proses pemanasan.
Selanjutnya, larutan kafein juga dipisahkan menjadi 2 larutan pada erlenmeyer yang berbeda. Sebelum melakukan titrasi dilakukan penambahan reagen berupa larutan kanji dengan maksud sebagai indikator perubahan warna pada titik akhir titrasi karena adanya larutan iodin sebagai penambahan pada larutan. Iodin bersifat sensitif terhadap larutan kanji. Larutan(penyebaran koloidal) dari larutan kanji lebih umum digunakan karena warna biru gelap dari komplek iodin sehingga larutan kanji bertindak sebagai suatu tes yang sensitif untuk iodin.
Dari hasil percobaan 4.1 diperoleh volume Na2S2O3 sebesar 3 ml dan 2,2 ml. Percobaan kadar kafein dikatakan gagal apabila volume Na2S2O3 melebihi 5 ml dengan presentase kadar kafein lebih besar dari 5% karena pada umumnya dan menurut literatur kadar kafein dalam kap bungkusan kopi atau bahan lainnya mengandung 5% atau kurang. Diperoleh kadar kafein pada perhitungan sebesar 4,38% dengan konsentrasi 1 mol kafein sebesar 0,1131.10-3 mol dan massa kafein sebesar 0,0219 gram
V. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil percobaan, pembahasan, dan perhitungan dapat disimpulkan bahwa kadar aspirin dan kadar kafein pada percobaan ini adalah sebesar 92,7% dan 4,38%, hasil ini sesuai dengan literatur.VI. Daftar Pustaka
Anderson, W.1995. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga.
Fessenden.1986. Kimia Organik Edisi 3 Jilid II. Jakarta : Erlangga.
Jorosova, M ; David ; Kuba. M.2014. Elemental Analysis Of Coffee : a Comparison Of 1 Cp-ms and AAS Methods. Journal Food Science. Vol 2(3) : 3-4.
Katzung.2001. Kimia Modern. Jakarta : Erlangga.
Khopar, S.1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Erlangga.
Ramalakhsmi, Kulathouran.2015. Caffeine In Coffee : its Removal Why and How ?. Critical Reviews In Foods Science and Nutrition. Vol 2(4) : 122-123.
Sumardjo, D.2009. Sifa kafein : Pengantar Kimia. Jakarta : Erlangga.
Vichare, V ; Preeti. M ; Vrushali and Dhole.S.N.2010. Simultaneous Spectrophotometric Determination Of paracetamol and Caffeine In Tablet Formulation. Journal Of Pharm Tech Research. Vol 6(2) : 68-69.
VII. Bagian Pengesahan
-
VIII. Lampiran