SISTEM KOLOID
I. Tujuan Percobaan
1.1 Pembuatan sistem koloid
1.2 Mempelajari karakteristik dan pengaruh penambahan zat kimia tertentu terhadap sifat protein serta degradasinya
II. Dasar Teori
Koloid adalah suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau lebih partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi/yang dipecah) tersebar secara merata didalam zat lain(medium pendispersi/pemecah). Ukuran partikel koloid berkisar antara 1-100 nm. Ukuran yang dimaksud berupa diameter, panjang, lebar, maupun tebal dari suatu partikel. Keadaan koloid merupakan keadaan antara suatu larutan dan suatu suspensi. Bila suatu bahan berada dalam keadaan subdivisi ini. Bahan itu merupakan memperagakan sifat-sifat yang menarik dan penting yang tidak merupakan ciri dari bahan dalam agregat yang lebih besar(Keenan,1984).
Partikel-partikel dalam suatu koloid terlalu kecil untuk dilihat dengan mata atau dengan mikroskop biasa, walaupun demikian partikel ini dapat mempengaruhi cahaya tampak, ukuran yang cocok untuk menyebabkan cahaya tersebar dengan sudut-sudut yang besar(Syukri,1999).
Partikel koloid yang telah mengadsorpsi ion akan bermuatan listrik sesuai dengan muatan ion yang diserapnya. Muatan koloid dapat diketahui dengan mencelupkan batang elektroda. Yang bermuatan positif akan tertarik(berkumpul) ke elektroda negatif, sedangkan yang bermuatan negatif tertarik ke elektroda positif(Brady,1986).
Sol adalah partikel berukuran koloid yang tidak dapat membentuk dispersi koloid dalam air dan karena ukuran partikelnya sol koloid ini cenderung tidak stabil. Gel merupakan sistem padatan yang bersifat elastis karena terbentuknya suatu jalinan antara partikel-partikel koloid sol(Zainab dkk,2008).
Partikel-partikel koloid hanya dapat bergerak dengan sedikit, tetapi karena adanya tumbukan dengan molekul-molekul fase pendispersinya gerakannya akan terbetnuk zig-zag ini disebut gerakan brown(Mickey,1980).
Kestabilan suatu koloid dapat dipertahankan dengan menambahkan sedikit elektrolit dengan konsentrasi yang tepat kedalam koloid tersebut. Bila konsentrasi elektrolit tidak tepat, maka justru akan terbentuk ion-ion yang mengganggu kestabila koloid tersebut. Untuk mencegah adanya ion-ion pengganggu ini ditempuh dengan cara dialisis menggunakan didisator(Moroni dkk,2015).
III. Metodologi Percobaan
3.1 Alat dan Bahan
a. Tabung reaksi (5 buah)
b. Batang pengaduk (1 buah)
c. Bunsen (1 buah)
d. Penjepit kayu (1 buah)
e. Pipet tetes (1 buah)
f. Putih telur (2 ml)
g. NaCl (secukupnya)
h. CuSO4 2% (1 ml)
i. HNO3 pekat (1 ml)
j. NaOH 6M (setetes)
k. Susu (5 ml)
l. Cuka (secukupnya)
m. MgCl2 1% (1 ml)
n. Akuades (50 ml)
o. NaOH 8N (1 ml)
p. Ca(C2H3OO)2 (1 ml)
q. Benzene (1 ml)
r. C2H2OH 95% (6 ml)
3.2 Gambar Alat
-
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pembuatan emulsi3.3.2 Pembuatan gel
3.3.3 Uji sifat protein
3.3.4 Polimer : Perekat alami
IV. Data dan Analisa
4.2 Analisa Data
Tujuan dari percobaan ini adalah pembuatan sistem koloid melalui berbagai macam percobaan dan mempelajari karakteristik pengaruh penambahan zat kimia tertentu terhadap sifat protein serta degradasinya. Prinsip percobaan pembuatan sistem koloid adalalah dengan teknik pencampuran dan pemisahan beberapa zat kimia kemudian perbedaan yang terjadi pada lapisan larutan diamati dan juga endapannya, disini dapat dilihat bahwa sistem tersebut telah menjadi koloid atau belum. Prinsip percobaan pada uji sifat protein adalah dengan menambahkan zat-zat kimia pada bahan yang mengandung protein(dalam percobaan ini adalah putih telur) kemudian perubahan yang terjadi pada larutan tersebut diamati, sehingga sifat protein dan degradasinya dalam putih telur tersebut dapat diketahui.
Rekomendasi Laporan lain:
Percobaan ke 1 adalah percobaan pembuatan emulsi. Larutan benzene dilarutkan ke dalam air, air disini berfungsi sebagai medium pendispersi dan benzene sebagai fase terdispersi. Tabel 1 menunjukkan lama waktu pembuatan emulsi selama 2,5 menit. Selama periode pengocokkan awal yang dibutuhkan untuk emulsifikasi tetesan-tetesan dibentuk, tetapi pada pengocokkan selanjutnya, kemungkinan untuk kolisi antara tetesan-tetesan menjadi lebih sering, sehingga dapat terjadi penggabungan. Alasan stabilisasi tetesan yang tergantung pada waktu, mungkin disebabkan distribusi pengemulsi antara fase pembentukan lambat dari lapisan rangkap pada permukaan tetesan benzene atau gangguan pembentukkan tetesan dengan pengocokkan kontinu. Benzene dan air adalah emulsi(cair bertemu cair namun bersifat antagonis/tolak-menolak) sehingga tidak bisa larut dalam air. Kedudukan benzene berada di permukaan air, hal ini disebabkan oleh massa jenis benzene yang lebih kecil daripada massa jenis air.Tabel 4 adalah percobaan pembuatan perekat alami dengan menggunakan susu yang ditetesi dengan cuka. Cuka tersebut larut dalam susu, setelah didiamkan larutan tidak memisah tetapi menghasilkan 2 lapisan, dilapisan atas terdapat cairan(whey) atau dadih, dibawah terdapat kasein padatan, larutan ini bukan termasuk emulsi seperti pada percobaan 1 karena syarat terjadinya emulsi adalah kedua jenis zat cair itu tidak saling melarutkan. Endapan padatan kafein direkatkan oleh 2 buah kertas, alhasil kertas tersebut menempel, endapan padatan ini adalah lem karena dapat merekatkan 2 buah ketas tersebut.
Percobaan selanjutnya adalah pembautan gel(tabel 2) melalui pencampuran etanol dan Ca(C2H3OO)2 jenuh atau kalsium asetat. Etanol sebagai medium pendispersi dan kalsium asetat sebagai fase terdispersinya. Perubahan yang terjadi setelah dipanaskan yaitu timbul penggumpalan dari larutan tersebut menjadi gel. Pembuatan gel ini termasuk pembuktian dari sifat koloid sebab wujud gel berada diantara padat dan cair yang dapat terbentuk dari suatu sol yang zat terdispersinya mengadsorpsi medium dispersinya sehingga terjadi koloid yang agak padat.
Percobaan terakhir adalah percobaan uji sifat protein yang terkandung dalam putih telur. Tabel 3 merupakan hasil percobaan dari berbagai penambahan zat pada putih telur melalui 4 tabung reaksi. Tabung reaksi 1 adalah larutan putih telur + CuSO4 yang ditetesi NaOH menghasilkan warna ungu dan terdapat warna hitam diatas. Warna ungu ini menandakan adanya ikatan peptida(protein) dalam putih telur. Tabung reaksi 2 adalah larutan putih telur + HNO3 pekat dengan melewati fase pemanasan dan pendinginan. Dihasilkan warna bening dan lapisan putih diatas, hal ini menunjukkan adanya cincin benzene pada protein. Tabung reaksi 3 adalah larutan putih telur + MgCl2, didapatkan warna putih keruh dan lapisan putih diatas warna putih keruh, ini menandakan bahwa logam berat(MgCl2) dapat mengendapkan protein dengan cara menaikkan pH diatas titik isoelektrik yaitu titik dimana suatu nilai pH protein memiliki jumlah muatan negatif yang sama dengan jumlah muatan positifnya. Tabung reaksi 4 adalah larutan putih telur + NaOH yang perubahannya diuji menggunakan kertas saring. Didapatkan warna kertas saring yang awalnya kuning bening menjadi kuning keruh berbau amis, perubahan ini menunjukkan adanya asam amino dalam zat yang diuji.
V. Kesimpulan
5.1 Koloid mempunyai beberapa sifat berbeda dengan larutan dikarenakan ukuran partikelnya yang lebih besar dari larutan. Koloid dapat dibuat dengan beberapa cara yaitu pembuatan gel(perekat alami), emulsi, dan sol. Koloid terdiri dari beberapa macam yaitu sol, emulsi, dan gel. Koloid memiliki ciri-ciri larut dalam air, tidak stabil, keruh, jika disaring meninggalkan residu dan filtratnya keruh, seperti campuran susu dengan cuka, benzene dengan air, dan kalsium asetat dengan etanolV. Kesimpulan
5.2 Pengaruh penambahan zat kimia terhadap sifat protein pada putih telur adalah :
1) Jika ditambahkan dengan CuSO4 + NaOH menghasilkan warna ungu yang menandakan adanya ikatan peptida(protein) dalam putih telur
2) Jika ditambahkan dengan HNO3 pekat + NaOH menghasilkan warna bening yang menunjukkan adanya cincin benzene pada protein
3) Jika ditambahkan dengan MgCl2 menghasilkan warna putih keruh yang menunjukkan bahwa logam berat dapat mengendapkan protein dengan cara menaikkan pH diatas titik isoelektrik
4) Jika ditambahkan dengan NaOH + ditutupi kertas saring yang ditetesi neisser menghasilkan warna kuning keruh berbau amis yang menunjukkan adanya asam amino dalam zat yang diuji
VI. Daftar Pustaka
Brady, James E.1986. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta : Bina Purna Aksara.
Keenan, Charles W. Kimia Untuk Universitas. Jakarta : Erlangga.
Mickey, C.1980. Chemical Physics. Chemical Equilibrium. Vol 57(11) : 801.
Moroni, L ; Gelkini.C ; Salui.P.2015. Thermal Denatration Of Proteins and Chemical Equilibrium. World Journal Of Chemical Education. Vol 3(3) : 59.
Syukri, S.1999. Kimia dasar. Bandung : ITB.
Zainab, I ; Valerie.D ; Tariq.M.2016. Denaturation Of Proteins Analysis. Journal Of Process Control. Vol 2(3) : 128.
VII. Bagian Pengesahan
-
VIII. Lampiran