Laporan Praktikum Konstanta Pegas dan Hukum Hooke

Daftar isi

MENGUKUR KONSTANTA PEGAS MELALUI PERCOBAAN HUKUM HOOKE DAN GERAK OSILASI PEGAS

I. Latar belakang

Dalam kehidupan sehari-hari pegas memiliki peranan penting. Sebagai contoh, pegas dapat kita jumpai pada sepeda motor. Dimana pegas pada sepeda motor sering disebut atau dikenal dengan nama shockbreaker. Dengan adanya shockbreaker ini maka kita merasa nyaman ketika mengendarai sepeda motor. Hal ini terjadi karena shockbreaker tersebut memiliki sifat elastisitas (kembali ke bentuk semula) seperti sifat pegas pada umumnya. Pegas tidak hanya dimanfaatkan pada sepeda motor, tetapi pada semua kendaraan yang kita gunakan. Pegas merupakan salah satu contoh benda elastisitas. Contoh benda elastis lainnya adalah karet mainan. Ketika kita menarik karet mainan sampai batas tertentu, karet tersebut bertambah panjang. Jika tarikan tersebut dilepaskan, maka karet akan kembali ke panjang semula. Demikian juga ketika kita merentangkan pegas, pegas tersebut akan bertambah panjang, tetapi ketika dilepaskan panjang pegas akan kembali seperti semula (Young, 2004).

Oleh karena banyaknya kejadian dalam kehidupan sehari-hari yang melibatkan prinsip pegas maka percobaan ini penting untuk dipahami, sehingga dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

II. Tujuan Percobaan

  1. Memahami Hukum Hooke
  2. Menghitung konstanta pegas
  3. Mengamati gerak osilasi pegas dan menentukan faktor apa saja yang mempengaruhinya
  4. Menghitung besarnya frekuensi dari osilasi pegas

III. Dasar Teori

Pegas adalah salah satu contoh benda elastis. Oleh sifat elastisnya ini, suatu pegas yang diberi gaya tekan atau gaya regang akan kembali pada keadaan setimbangnya mula-mula apabila gaya yang bekerja padanya dihilangkan. Gaya pemulih pada pegas banyak dimanfaatkan dalam bidang teknik dan kehidupan sehari-hari. Misalnya di dalam shockbreaker dan springbed. Sebuah pegas berfungsi meredam getaran saat roda kendaraan melewati jalan yang tidak rata. Pegas-pegas yang tersusun di dalam springbed akan memberikan kenyamanan pada saat orang tidur (Abdullah, 2008).

Jika sebuah benda diberikan gaya maka Hukum Hooke hanya berlaku sepanjang daerah elastis sampai pada titik yang menunjukkan batas Hukum Hooke. Jika benda diberikan gaya hingga melewati batas Hukum Hooke dan mencapai batas elastisitas, maka panjang benda akan kembali seperti semula. Jika benda diberikan gaya yang sangat besar hingga melewati batas elastisitas, maka benda tersebut akan memasuki daerah plastis dan ketika gaya dihilangkan, panjang benda tidak akan kembali seperti semula, benda tersebut akan berubah bentuk secara tetap. Jika pertambahan panjang benda mencapai titik patah, maka benda tersebut akan patah.

\begin{equation} F=k\ \Delta L \tag{1} \end{equation}

berdasarkan persamaan Hukum Hooke diatas, pertambahan panjang (L) suatu benda bergantung pada besarnya gaya yang diberikan (F), materi penyusun, dan dimensi benda (dinyatakan dalam konstanta k). Benda yang dibentuk oleh materi yang berbeda akan memiliki pertambahan panjang yang berbeda walaupun diberikan gaya yang sama, misalnya tulang dan besi (Giancoli, 2003).

Getaran (oscillation) merupakan salah satu bentuk gerak benda yang cukup banyak dijumpai gejalanya. Dalam getaran sebuah benda melakukan gerak bolak-balik menurut lintasan tertentu melalui titik setimbangnya. Waktu yang diperlukan untuk melakukan satu getaran bolak-balik dinamakan periode (dilambangkan dengan T, satuannya sekon (s)). Simpangan maksimum getaran dinamakan amplitude (Tipler, 1998).

Pegas ada yang disusun secara tunggal, ada juga yang disusun seri atau paralel. Untuk pegas yang disusun seri, pertambahan panjang total sama dengan jumlah masing-masing pertambahan panjang pegas. Sehingga pertambahan total x adalah x = x1 + x2. Sedangkan untuk pegas yang disusun paralel, pertambahan panjang masing-masing pegas sama, yaitu x1 = x2 = x3 dengan demikian:

\begin{equation} k_p = k_1 + k_2 \tag{2} \end{equation}

perlu selalu diingat bahwa Hukum Hooke hanya berlaku untuk daerah elastik, tidak berlaku untuk daerah plastik maupun benda-benda plastik. Menurut Hooke, regangan sebanding dengan tegangannya, dimana yang dimaksud dengan regangan adalah persentase perubahan dimensi. Tegangan adalah gaya yang menegangkan per satuan luas penampang yang dikenainya (Keenan, 1980).

Tentu saja nilai tetapan pegas dari setiap pegas berbeda-beda yang disebabkan oleh berbagai faktor. Yang pertama adalah luas permukaan pegas. Semakin besar luas permukaan suatu pegas maka akan semakin besar pula nilai tetapannya, begitu pula sebaliknya. Yang kedua adalah suhu, semakin tinggi suhu yang diterima oleh suatu pegas maka akan semakin kecil nilai tetapannya, begitu pun sebaliknya. saat suhu tinggi, partikel-partikel penyusun pegas mendapat energi dari luar sehingga memberikan energi pula kepada partikel penyusun pegas untuk bergerak sehingga ikatan antar partikel renggang. Yang ketiga adalah diameter pegas, semakin besar diameter yang dimiliki suatu pegas maka akan semakin kecil nilai tetapannya, begitu pula sebaliknya. Dan yang terakhir adalah jumlah lilitan pegas, semakin banyak jumlah lilitan pegas maka akan semakin besar nilai tetapannya, begitu pula sebaliknya. Hal-hal tersebutlah yang menyebabkan nilai tetapan pegas tidak sama, tergantung pada kondisi yang dialami oleh setiap pegas masing-masing (Crowell, 2006).

Jika suatu bahan dapat merenggang atau menyusut karena pengaruh gaya dari luar dan dapat kembali ke keadaan semula jika gaya yang bekerja padanya dihilangkan, maka keadaan tersebut dikatakan mempunyai sifat elastis (misalnya pegas).

pegas

ketika pada sebuah pegas dibebani dengan sebuah massa m1, maka gaya yang menyebabkan pegas bertambah panjang adalah gaya dari massa tersebut, sehingga berlaku:

\begin{equation} mg = kx \tag{3} \end{equation}

dengan g adalah percepatan gravitasi. Selain dengan cara pembebanan, konstanta pegas k dapat dicari dengan cara getaran pada pegas. Sebuah benda bermassa m dibebankan pada pegas dan disimpangkan dari posisi setimbangnya, maka akan terjadi getaran pegas dengan periode getaran T sebagai berikut:

\begin{equation} T=2\pi \sqrt{\frac{m}{k}} \tag{4} \end{equation}

dengan nilai π mendekati 3,14 (Halliday, 1997).

IV. Metodologi Percobaan

4.1 Alat dan Bahan

  1. Pegas berfungsi sebagai benda yang akan diukur periode, frekuensi, dan konstanta pegasnya (2 buah).
  2. Stopwatch digital berfungsi untuk menghitung waktu gerak osilasi pegas (1 buah).
  3. Neraca berfungsi untuk mengukur massa beban (1 buah).
  4. Mistar berfungsi untuk mengukur panjang pegas (1 buah).
  5. Statif berfungsi untuk tempat menggantungkan pegas (1 buah).
  6. Beban berfungsi sebagai bahan yang digantungkan pada pegas (5 buah).

4.2 Gambar Alat dan Bahan

4.3 Langkah Kerja

4.3.1 Percobaan Hukum Hooke
prosedur percobaan hukum hooke
4.3.2 Percobaan Osilasi Pegas
diagram alir percobaan osilasi pegas

4.4 Metode Grafik

4.4.1 Grafik 1
grafik hukum hooke
4.4.1 Grafik 2
grafik osilasi pegas

V. Data dan Analisa

5.1 Data Percobaan

5.2 Analisa Data

Prinsip pada percobaan ini adalah menggunakan prinsip Hukum Hooke yaitu dengan cara menggantungkan sebuah pegas (rapat atau renggang) dengan variasi beban, panjang pegas mula-mula dan pertambahan panjang akibat beban diukur, kemudian konstanta pegas (k) dapat ditemukan menggunakan perhitungan manual atau metode grafik. Penentuan konstanta pegas pada osilasi pegas mempunyai prinsip yang berbeda yaitu dengan cara menggantungkan sebuah pegas (rapat atau renggang) dengan variasi beban, pegas ditarik ke bawah ± 2 cm kemudian dilepaskan. Waktu yang diperlukan beban untuk melakukan 10 kali getaran sempurna dihitung sehingga didapatkan nilai periode, selanjutnya konstanta pegas dapat ditentukan menggunakan perhitungan manual maupun metode grafik. Pada percobaan osilasi pegas, pegas ditarik ke bawah dengan jarak yang sekecil mungkin (± 2 cm), hal ini dilakukan untuk mencegah beban yang dikaitkan pada pegas terlepas atau terlempar keluar dari pegas, sehingga nilai periode dari pegas dapat ditentukan.

Nilai tetapan pegas (k) pada setiap pegas itu dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mengakibatkan nilai k pada setiap pegas itu berbeda. Faktor-faktor tersebut adalah suhu lingkungan, rapat massa, diameter pegas, lilitan, dan luas penampang pegas. Suhu lingkungan sangat berpengaruh pada nilai tetapan pegas, pada saat suhu tinggi maka pegas akan memuai atau merenggang, sedangkan pada suhu rendah pegas akan merapat, hal ini akan memberikan efek pada kerapatan massa. Semakin tinggi suhu maka kerapatan massanya rendah maka nilai k nya kecil dan sebaliknya. Lilitan pada pegas juga mempengaruhi nilai k, jika lilitannya semakin banyak maka pegas akan semakin kaku sehingga nilai k nya semakin tinggi. Selain itu, luas permukaan pegas juga mempengaruhi nilai k, jika luas penampang semakin besar maka nilai k nya juga semakin besar. Sedangkan pada diameter pegas, jika semakin lebar diameter pegas maka nilai k nya akan semakin kecil hal ini dikarenakan semakin lebar diameter pegas maka semakin besar pula daerah pergeseran elemen pegas sehingga menghasilkan pertambahan panjang yang semakin besar yang akibatnya nilai konstanta pegas semakin kecil.

Data tabel percobaan 5.1.1 pegas rapat (Hukum Hooke) menunjukkan bahwa pertambahan panjang pegas memiliki variasi seiring bertambahnya beban yaitu pada rentang 2 × 10-2 m hingga 23,1 × 10-2 m, sedangkan pada pegas renggang (Hukum Hooke) pada tabel percobaan 5.1.3 dapat dilihat rentang pertambahan panjangnya sebesar 2,5 × 10-2 m hingga 12,7 × 10-2 m. Hasil data-data ini menunjukkan bahwa semakin besar massa beban (gaya) semakin besar juga pertambahan panjangnya (F ∼ ΔL). Rentang pertambahan panjang pegas rapat rata-rata lebih besar dibandingkan pertambahan panjang pada pegas renggang karena pegas rapat memiliki diameter lebih besar dibandingkan pegas renggang sehingga pertambahan panjangnya semakin besar dan rapat massa, lilitan, luas penampang pada pegas rapat lebih kecil dibandingkan pada pegas renggang sehingga nilai pertambahan panjang pada pegas rapat lebih besar dibandingkan pegas renggang.

Perbandingan periode (T) percobaan osilasi pegas pada pegas rapat dan renggang ditunjukkan pada tabel percobaan 5.1.2 dan 5.1.4. Periode pada pegas rapat lebih besar dibandingkan dengan periode pada pegas renggang, hal ini terjadi karena nilai pertambahan panjang pegas (ΔL) berbanding lurus dengan periode (T), semakin besar nilai pertambahan panjangnya maka nilai dari periodenya juga semakin besar (ΔLT).

Frekuensi pegas didapatkan pada percobaan osilasi pegas. Pegas rapat dan renggang memiliki nilai frekuensi rata-rata masing-masing sebesar 1,5438 Hz dan 2,1268 Hz. Pegas rapat memiliki frekuensi yang lebih kecil daripada pegas renggang, karena pegas rapat mempunyai periode yang besar (T). Periode berbanding terbalik dengan frekuensi, semakin tinggi periode dari suatu benda maka semakin kecil nilai frekuensinya (T ∼ 1/f).

Nilai konstanta pegas (k) pada percobaan Hukum Hooke melalui perhitungan manual didapatkan rentang dari nilai k yang berbeda antara pegas rapat dan renggang. Pada pegas rapat didapatkan nilai k pada rentang 21,08 N/m hingga 49 N/m, nilai k rata-ratanya $\bar{k}$ = (28,39 ± 7,08) N/m, sedangkan pada pegas renggang didapatkan nilai k pada rentang 36,2 N/m hingga 39,1 N/m, nilai k rata-ratanya $\bar{k}$ = (34,09 ± 4,86) N/m. Perbandingan nilai k rata-rata pegas renggang lebih besar dibandingkan nilai k rata-rata pegas rapat, hal ini terjadi karena nilai pertambahan panjang pegas (ΔL) berbanding terbalik dengan nilai konstanta pegas (k), karena dari hasil pengukuran pegas rapat memiliki nilai pertambahan panjang lebih besar daripada pegas renggang maka pegas rapat memiliki konstanta pegas yang lebih kecil dibandingkan konstanta pegas pada pegas renggang (ΔL ∼ 1/k).

Berikut ini adalah 2 gambar grafik pegas rapat dan renggang pada percobaan Hukum Hooke:

grafik pegas rapat

grafik pegas renggang

pada gambar grafik pegas rapat didapatkan nilai gradien (m) sebesar m = (0,0485 ± 0,0660) m/kg dengan ketelitian sebesar 97,2%, sedangkan pada pegas renggang didapatkan nilai gradien (m) sebesar m = (0,0258 ± 0,0505) m/kg dengan ketelitian sebesar 99,8%. Nilai gradien ini kemudian dimasukkan ke dalam persamaan garis dan didapatkan nilai konstanta pegas rapat dan renggang masing-masing sebesar 18,15 N/m dan 37,55 N/m. Seperti nilai konstanta pada perhitungan manual, konstanta pegas rapat lebih kecil dibandingkan konstanta pada pegas renggang. Semakin besar nilai k maka pegas tersebut akan lebih sulit direnggangkan, begitupun sebaliknya.

Berikut ini adalah 2 gambar grafik pegas renggang dan rapat pada percobaan gerak osilasi pegas:

grafik osilasi pegas

grafik osilasi pegas

pada gambar grafik pegas renggang didapatkan nilai gradien (m) sebesar m = (0,0011 ± 0,0250) s2/kg dengan ketelitian sebesar 99,4%, sedangkan pada pegas rapat didapatkan nilai gradien (m) sebesar m = (0,0026 ± 0,0250) s2/kg dengan ketelitian sebesar 98,9%. Nilai gradien ini kemudian dimasukkan dalam persamaan garis dan didapatkan nilai konstanta pegas rapat dan renggang masing-masing sebesar 14,6 N/m dan 34,90 N/m. Hasil dari nilai konstanta ini masih tetap sama bahwa nilai konstanta pegas rapat lebih kecil dibandingkan nilai konstanta pada pegas renggang. Dalam percobaan osilasi pegas, gaya gesek udara menjadi masalah utama ketika dilakukan pengukuran getaran karena gaya gesek udara ini membuat pegas mengalami perlambatan, sehingga data yang didapatkan kurang valid. Hal ini dapat terlihat dari perubahan waktu yang didapatkan pada percobaan tidak sama pada setiap pengulangan percobaan, meskipun dengan beban yang sama.

Hasil nilai pegas dari percobaan Hukum Hooke perhitungan secara manual, secara grafik, dan percobaan osilasi pegas dengan perhitungan secara grafik masing-masing pada pegas rapat adalah sebesar $\bar{k}$ = (28,39 ± 7,08) N/m, $\bar{k}$ = 18,15 N/m, dan $\bar{k}$ = 14,60 N/m sedangkan pada pegas renggang adalah sebesar $\bar{k}$ = (34,09 ± 4,86) N/m, $\bar{k}$ = 37,55 N/m, dan $\bar{k}$ = 34,90 N/m. Nilai k dari pegas rapat pada seluruh percobaan selalu lebih kecil dibandingkan nilai k pada pegas renggang karena pertambahan panjang pada pegas rapat lebih besar daripada pegas renggang, sehingga nilai konstanta pegas rapat lebih kecil karena nilai pertambahan panjang berbanding terbalik dengan konstanta pegas (ΔL ∼ 1/k).

Nilai k pada pegas seharusnya memiliki nilai k yang sama , namun pada pegas rapat dan renggang nilai k yang didapatkan pada masing-masing percobaan agak sedikit berbeda (manual maupun grafik), hal ini terjadi karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan selama percobaan, yaitu pengukuran panjang pegas pada percobaan Hukum Hooke menggunakan mistar terlalu sulit, pegas rapat pada osilasi pegas bergetar terlalu cepat, gaya gesek udara yang membuat pegas mengalami perlambatan, dan kesalahan dalam perhitungan.

VI. Kesimpulan

  1. Hukum Hooke adalah hukum yang berkaitan dengan benda yang elastis (pegas) yang diberi beban sebagai gaya yang akan mengalami pertambahan panjang. Semakin besar massa beban (gaya) yang digantung pada pegas maka akan semakin besar pertambahan panjangnya (F ∼ ΔL).
  1. Nilai konstanta pegas rata-rata $\bar{k}$
  1. Pegas renggang
    Perhitungan manual:
    $\bar{k}$ = (34,09 ± 4,86) N/m
    Perhitungan grafik:
    grafik Hukum Hooke: $\bar{k}$ = 37,55 N/m
    grafik Osilasi Pegas: $\bar{k}$ = 34,90 N/m
  2. Pegas rapat
    Perhitungan manual:
    $\bar{k}$ = (28,39 ± 7,08) N/m
    Perhitungan grafik:
    grafik Hukum Hooke: $\bar{k}$ = 18,15 N/m
    grafik Osilasi Pegas: $\bar{k}$ = 14,60 N/m
  1. Gerak osilasi pegas adalah gerak periodik pegas, gerakan bolak-balik pegas melalui lintasan yang sama, dan melalui titik setimbangnya. Faktor yang mempengaruhi gerak osilasi pegas adalah massa beban yang digantung pada pegas, jarak penarikan beban, gaya gesek angin, dan jenis pegas yang digunakan
  1. Nilai frekuensi pegas rata-rata $(\bar{f})$
  1. Pegas renggang
    perhitungan manual: $\bar{f}$ = 2,13 Hz
  2. Pegas rapat
    perhitungan manual: $\bar{f}$ = 1,54 Hz

VII. Daftar Pustaka

  • Abdullah, M., 2008. Fisika Mekanika Klasik. Jakarta: Esis.
  • Crowell, B., 2006. Konsep Fisika. Yogyakarta: Graha ilmu.
  • Giancoli, D.C., 2003. Fisika Jilid I. Jakarta: Erlangga.
  • Halliday, D., 1997. Fisika Dasar. Jakarta: Erlangga.
  • Keenan, C.W., 1980. Fisika untuk Universitas Jilid I. Jakarta: Erlangga.
  • Tipler, P.A., 1998. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Erlangga.
  • Young, H.D., 2004. Fisika Universitas. Jakarta: Erlangga.

VIII. Bagian Pengesahan

IX. Lampiran

Creative License
by-sa logo license
Konten/Material pada halaman ini dilisensikan dengan Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License oleh psi. Klik link berikut untuk memahami aturan penggunaan ulang material pada blog Hipolisis.