Laporan Praktikum Asam Basa dan pH Larutan

Daftar isi

REAKSI ASAM-BASA

I. Latar belakang

Asam basa sudah dikenal sejak zaman dulu. Istilah asam (acid) berasal dari bahasa latin acetum yang berarti cuka. Makanan yang kita konsumsi sebagai besar bersifat asam, sedangkan pembersih yang kita gunakan (sabun, deterjen, dll) adalah basa. Asam dan basa sangat berpengaruh terhadap kondisi lingkungan. Berdasarkan pengertian asam-basa menurut Arrhenius, suatu senyawa bersifat asam dalam air karena adanya ion H+. Adapun senyawa bersifat basa dalam air karena adanya ion OH-.

Untuk mengetahui apakah suatu senyawa mengandung ion H+ atau ion OH- dapat diuji dengan indikator alami yaitu dari ekstrak tumbuhan. Yaitu dengan cara meneteskan hasil ekstraksi bunga ke dalam bahan-bahan yang bersifat asam atau basa untuk meneliti kebenaran dari sifat bahan tersebut. Maka dari itu untuk menguji bahan-bahan yang sudah digolongkan ke dalam kategori asam ataupun basa, praktikum kali ini akan menguji kebenaran data tersebut.

II. Tujuan Percobaan

  1. Untuk dapat menganalisis sifat keasaman suatu zat
  2. Untuk dapat menentukan konsentrasi larutan HCl dan larutan CH3COOH dengan larutan NaOH

III. Dasar Teori

Titrasi atau titrimetri adalah analisis kimia kualitatif yang dilakukan dengan menetapkan volume suatu zat larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi secara kualitatif dengan larutan zat yang akan dianalisis (Keenan, 1992).

Titrasi asam basa adalah proses menetralkan larutan yang tidak diketahui dengan cara meneteskan (titrasi) suatu asam kuat dan basa kuat yang telah diketahui konsentrasinya ke dalam larutan yang tidak diketahui tadi (Sutrisno, 1994).

Titrasi asam basa akan menjadi setimbang pH 7 apabila jumlah asam setara dengan jumlah basa. Kesetimbangan asam-basa adalah salah satu dari ketentuan yang terjadi pada hukum alam yang mendasari penciptaan dan keteraturan makrokosmos. Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran, titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara stoikiometri titran dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai 'Titik Ekuivalen' (Ika, 2009).

Untuk menentukan titik ekuivalen dalam suatu titrasi, kita harus mengetahui dengan tepat berapa volume basa yang ditambahkan dari buret ke asam dengan menambahkan beberapa tetes indikator asam-basa. Indikator biasanya ialah suatu asam atau basa organik yang lemah yang menunjukkan warna yang berbeda antara terionisasi dan tidak terionisasi, kedua bentuk ini berikatan dengan pH larutan. Namun tidak semua indikator berubah warna pada pH yang sama. pH asam kurang dari 7 sementara pH basa lebih besar dari 7 (Chang, 2004).

Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat dalam proses titrasi. Zat yang akan ditentukan keadaanya disebut sebagai titran dan biasanya diletakkan di dalam erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai titer dan biasanya diletakkan di dalam buret. Titran ditambahkan sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen. Pada saat ekuivalen maka titrasi dihentikan (Lehninger, 1993).

IV. Hipotesis

Pada percobaan asam-basa ini hal yang mungkin terjadi adalah apabila asam dicampurkan dengan basa akan membentuk garam atau netral. pH asam sendiri berkisar dibawah atau kurang dari 7 sementara pH basa yaitu lebih dari 7. Pada percobaan ini digunakan indikator alami dari bunga yang biasanya akan digunakan untuk membedakan asam dan basa. Kemungkinan akan didapatkan yang termasuk asam adalah asam cuka. Basanya adalah sampo, sabun, dan deterjen.

V. Metodologi Percobaan

5.1 Alat dan Bahan

  1. Buret (1 buah)
  2. Pipet tetes (1 buah)
  3. Erlenmeyer (2 buah)
  4. Gelas ukur (2 buah)
  5. Corong kaca (1 buah)
  6. Plat tetes (1 buah)
  7. Pengaduk (1 buah)
  8. HCl (5 ml)
  9. CH3COOH (5 ml)
  10. NaOH (25 ml)
  11. Shampo (secukupnya)
  12. Air soda (secukupnya)
  13. Cuka (secukupnya)
  14. Biskuit (secukupnya)
  15. Pasta gigi (secukupnya)
  16. Deterjen (secukupnya)

5.2 Gambar Alat

VI. Prosedur Kerja

6.1 Pembuatan indikator dari ekstrak tumbuhan

Dikumpulkan bunga yang telah disiapkan, bunga ditimbang hingga beratnya antara 1-2 gram. Potong kecil-kecil bunga tersebut dan dimasukkan ke dalam gelas beker. Ditambahkan 5 ml alkohol kemudian diaduk sampai senyawa dalam bunga terekstrak.

6.2 Skala pH

Di dalam plat tetes, dua tetes larutan baku dimasukkan, larutan baku mempunyai pH tertentu. Zat warna hasil ekstraksi diteteskan ke dalam larutan baku pH. Amati perubahan warna yang dihasilkan dari ekstrak bunga pada larutan asam maupun basa.

6.3 Uji keasaman

Ke dalam plat tetes yang bersih, masukan shampo, sabun, deterjen, cuka, air soda, pasta gigi, biskuit. Teteskan ekstrak bunga dan diamati perubahan warna yang terjadi.

6.4 Titrasi NaOH-HCl

Pertama dimasukkan larutan NaOH sebanyak 25 ml ke dalam buret kemudian dimasukkan larutan HCl sebanyak 5 ml ke dalam erlenmeyer dan kemudian ditambahkan indikator pp sebanyak 3 tetes. Lalu titris larutan. Lalu dititrasi dengan larutan. Amati dan catat volume NaOH yang diperlukan.

VII. Data dan Analisa

7.1 Data Percobaan

7.2 Analisa Data

Dari data hasil pengamatan diperoleh hasil titrasi NaOH 0,1 N dengan larutan HCl sebesar 0,09 M. Dari hasil titrasi antara NaOH 0,1 N dengan CH3COOH didapatkan hasil sebesar 0,094 M. Percobaan titrasi dilakukan sebanyak 2 kali untuk larutan yang sama, perubahan warna yang dialami larutan dari 2 kali percobaan itu berbeda. Ada yang pink pekat, pink, dan pink muda. Hal ini terjadi karena kesalahan dalam pentitrasian pada tetesan akhir titrasi yang langsung berubah warna, memberikan jumlah indikator pada larutan yang tidak tepat, dan kesalahan dalam pemberian PP (fenolftalein).

Pada pengujian skala pH menggunakan indikator bunga melati pada bahan-bahan seperti shampo, sabun, pasta gigi, cuka, susu, soda, dan deterjen dengan pH 6, 7, (7,5), dan 9 didapatkan data yang valid dan tidak. Pada perubahan warna bahan shampo, pH yang dihasilkan seharusnya tidak kurang dari 6. Hal ini mungkin saja terjadi karena pada saat melakukan pengujian shampo tidak diubah dahulu menjadi cairan yang cair, tetapi shampo langsung diberikan indikator pada kondisi masih sangat kental sehingga perubahan warna yang terjadi pada shampo tidak maksimal dan data menjadi kurang akurat pada percobaan shampo.

Dari percobaan ini berkaitan dengan hipotesis, menunjukkan bahwa hipotesis awal menjadi salah karena hasil percobaan pada shampo. Hal ini disebabkan karena kesalahan dalam pengujian sifat asam-basa pada shampo.

VIII. Kesimpulan

  1. Sifat keasaman zat pada percobaan ini dapat dianalisis dengan menggunakan indikator yang dibuat dari ekstrak tumbuhan. Zat yang mempunyai sifat asam dari percobaan ini adalah asam cuka, air soda, biskuit. Sedangkan sifat basa terdapat pada shampo, sabun, deterjen, cuka, dan pasta gigi.
  2. Konsentrasi larutan HCl dan CH3COOH yang didapatkan dengan metode titrasi asam-basa menggunakan larutan baku NaOH adalah sebesar MHCl = 0,09 M dan MCH3COOH = 0,094 M.

IX. Daftar Pustaka

  • Chang, R., 2004. Titrasi Asam Basa. Jakarta: Erlangga.
  • Ika, D., 2009. Alat Otomatis Pengukur Kadar Vitamin C dengan Metode Titrasi Asam Basa. Jurnal Neutrino, 1(2), p.167.
  • Keenan, C.W., 1992. Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
  • Lehninger, L.A., 1993. Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
  • Sutrisno, S., 1994. Kimia Dasar. Bandung: ITB.

X. Bagian Pengesahan

XI. Lampiran

Creative License
by-sa logo license
Konten/Material pada halaman ini dilisensikan dengan Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License oleh psi. Klik link berikut untuk memahami aturan penggunaan ulang material pada blog Hipolisis.