Daftar isi
PENENTUAN JARAK ANTAR GOTRI MELALUI KONSEP DIFRAKSI MENGGUNAKAN GELOMBANG MICROWAVE
I. Latar belakang
Seiring perkembangan teknologi pemanfaatan gelombang elektromagnetik dalam kehidupan sehari-hari bukan merupakan hal yang baru lagi. Salah satu jenis spektrum gelombang elektromagnetik yang sering dimanfaatkan adalah gelombang mikro. Gelombang mikro (microwave) merupakan gelombang elektromagnetik dengan frekuensi super tinggi (high super frequency) yaitu diatas 3 GHz dengan panjang gelombang sekitar 1-30 cm. Salah satu bentuk pemanfaatan gelombang mikro adalah pada radar yang digunakan untuk mencari dan menentukan jejak suatu benda. Selain radar, bentuk pemanfaatan gelombang mikro lainnya adalah GPS, pemanas oven, radio wireless, dan lain sebagainya (Tipler, 2001).
II. Tujuan Percobaan
Untuk menerapkan konsep difraksi GEM (microwave) pada model kristal.
III. Dasar Teori
Gelombang mikro (microwave) merupakan gelombang radio dengan frekuensi paling tinggi (super high frequency atau SHF) yaitu di atas 3 GHz (3 × 109 Hz). Jika gelombang mikro diserap oleh benda, maka akan muncul efek pemanasan pada benda tersebut. Microwave gelombang radio yang mempunyai panjang gelombang sepanjang kurang lebih satu meter ekuivalen dengan frekuensi antara 300 MHz (0,3 GHz) sampai 300 GHz. Definisi yang luas ini mencakup UHF dan EHF (gelombang millimeter) dan berbagai sumber menggunakan batas-batas yang berbeda. Dalam semua kasus, termasuk microwave band SHF seluruh (3 sampai 30 GHz atau 10 sampai 1 cm) minimal, dengan RF engineering sering menempatkan batas yang lebih rendah pada 1 GHz (30 cm) dan bagian atas sekitar 100 GHz (3 mm) dengan cepat rambat gelombang elektromagnetik sebesar c = 3 × 108 m/s (Ramalis, 2001).
Dalam percobaan, gelombang mikro dapat direfleksikan oleh suatu lempeng logam (gambar 3.1). Refleksi pada logam bisa terjadi jika rata-rata dari ketidakteraturan permukaan pemantul (reflektor) jauh lebih kecil daripada panjang gelombang yang datang. Syarat kekasaran permukaan seperti ini memiliki pengertian yang berlainan untuk spektrum elektromagnetik yang berbeda. Syarat kedua bagi adanya berkas refleksi adalah ukuran rentang reflektor harus lebih besar dari panjang gelombang berkas datang. Dengan kata lain, refleksi adalah ketika gelombang, baik fisik maupun elektromagnetik, memantul dari permukaan dan kembali ke sumbernya. Refleksi gelombang terjadi pada saat sebuah gelombang yang merambat dalam suatu media sampai di bidang-batas medium tersebut dengan media lainnya (Purbawanto, 2011).
Pembiasan gelombang atau refraksi adalah peristiwa pembelokkan arah perambatan suatu gelombang. Hasil ini dapat terjadi jika gelombang tersebut melewati bidang batas dua medium yang memiliki indeks bias yang berbeda. Indeks bias menyatakan kerapatan suatu medium. Misalnya, cahaya merambat dari udara ke air sehingga arah perambatannya akan mengalami pembelokkan. Berdasarkan Hukum Snellius tentang pembiasan, yaitu:
- Sinar yang dipantulkan dan dibiaskan terletak pada suatu bidang yang dibentuk oleh sinar datang garis normal dinding batas di titik datang.
- Untuk pemantulan berlaku yaitu, sudut datang sama dengan sudut pantul.
- Sinar yang datang dan medium dengan indeks bias kecil ke indeks bias yang lebih besar dibiaskan mendekati garis normal dan sebaliknya.
- Untuk pembiasan berlaku yaitu, perbandingan sinus sudut datang dengan sinus sudut bias berharga konstan.
Pernyataan 1 dan 2 dinamakan hukum pemantulan snellius, sedangkan 1,3, dan 4 dinamakan Hukum pembiasan Snellius (Giancoli, 2001).
Suatu kristal memiliki susunan atom yang tersusun secara teratur dan berulang, memiliki jarak antara atom yang ordenya sama dengan panjang gelombang sebuah sinar. Akibatnya, bila seberkas sinar ditempatkan pada suatu material kristalin maka sinar tersebut akan menghasilkan pola difraksi yang khas. Pola difraksi yang dihasilkan sesuai dengan susunan atom pada kristal tersebut. Menurut pendekatan Bragg, kristal terdiri atas bidang-bidang datar (kisi kristal) yang masing-masing berfungsi sebagai cermin semi transparan. Jika sinar ditembakkan pada tumpukkan bidang datar tersebut, maka beberapa akan dipantulkan oleh bidang tersebut dengan sudut pantul yang sama dengan sudut datangnya sedangkan sisanya akan diteruskan menembus bidang. Perumusan secara matematika dapat dilakukan dengan menghubungkan panjang gelombang sinar X, jarak antar bidang dalam kristal, dan sudut difraksi:
dimana λ adalah panjang gelombang sinar X, d adalah jarak antara kisi kristal, θ adalah sudut datang untuk sinar, dan n = 1,2,3, ... merupakan orde difraksi. Persamaan Bragg tersebut digunakan untuk menentukan parameter sel kristal (Ayars, 1991).
Difraksi adalah ketika gelombang yang berjalan melalui lubang kecil dan menyebar keluar. Gelombang ini merambat keluar dengan karakteristik kecepatan gelombang. Gelombang yang dipancarkan oleh semua titik pada muka gelombang saling beradu satu sama lain untuk menghasilkan gelombang berjalan. Prinsip Huygens juga berlaku untuk gelombang elektromagnetik. Seperti, jika seseorang berteriak di sebelah dinding, maka suara akan paralel ke dinding. Dinding mungkin diam, tetapi tidak dengan suara. Suara akan mengarah ke setiap sudut dinding (Suminta, 2003).
Para ilmuwan yang pertama kali menemukan gejala polarisasi adalah Thomas Young, Dominique Francois Arago, dan A. Juan Fresnel. Thomas Young berhasil meletakkan dasar eksperimen untuk menunjukkan bahwa cahaya adalah gelombang transversal. Sedangkan Dominique Francois Argo dan Juan Fresnel berhasil menunjukkan adanya seberkas cahaya atau sinar yang jatuh pada kristal kalsit, menghasilkan dua buah sinar yang terpisah. Salah satu sifat gelombang mikro yaitu polarisasi. Polarisasi merupakan peristiwa tercapainya sebagian arah getar gelombang sehingga hanya tertinggal satu arah getar saja. Arah polarisasi pada gelombang elektromagnetik yang terpolarisasi bidang diambil sebagai arah vektor medan listrik (Sutrisno, 1979).
IV. Metodologi Percobaan
4.1 Alat dan Bahan
- Transmitter (1 buah), berfungsi sebagai pemancar gelombang mikro.
- Goniometer (1 buah), berfungsi sebagai alat untuk mengetahui besaran pergeseran sudut.
- Receiver (1 buah), berfungsi sebagai penerima gelombang mikro.
- Reading Meter (1 buah), berfungsi sebagai alat ukur intensitas gelombang.
- Kisi kubus (1 buah), berfungsi sebagai bahan penghalang dalam mengamati fenomena difraksi.
- Catu daya (1 buah), berfungsi sebagai pemberi tegangan untuk transmitter.
- Penggaris (1 buah), berfungsi sebagai alat pengukur jarak antar gotri.
4.2 Gambar Rangkaian Alat
4.3 Langkah Kerja
4.4 Metode Grafik
V. Data dan Analisa
5.1 Data Percobaan
5.2 Analisa Data
Prinsip dasar gelombang mikro (microwave) pada percobaan ini yaitu dengan memancarkan gelombang mikro dari pemancar gelombang (transmitter) kemudian melewati sebuah kubus yang berisi kisi-kisi agar terjadi peristiwa difraksi, lalu ke penerima gelombang (receiver) dan berakhir pada reading meter receiver yang mana intensitas gelombang akan terbaca. Semakin banyak panjang gelombang yang diterima, maka intensitas gelombang yang dihasilkan juga semakin besar. Prinsip dasar difraksi pada percobaan ini yaitu dilakukannya penyebaran atau pembelokkan pada gelombang yang melewati celah sempit atau suatu penghalang. Penghalang yang dimaksud berupa kubus dengan kisi (atom) diatasnya. Besarnya difraksi dapat dilihat dari panjang gelombang serta ukuran dari penghalang tersebut. Semakin kecil penghalangnya (kubus) maka semakin besar pembelokkan gelombangnya, dan sebaliknya. Besarnya intensitas gelombang yang diterima oleh receiver bergantung pada peristiwa difraksi.
Cara kerja pada percobaan microwave ini adalah pertama rangkaian alat dikalibrasi terlebih dahulu yaitu goniometer diatur mencapai sudut 0° dan 180°. Setelah itu, alat dinyalakan dan dilakukan pergeseran sudut pada receiver control sebesar 2° dan pada goniometer sebesar 1°. Apabila pergeseran sudut telah dilakukan akan terlihat besarnya intensitas gelombang pada reading meter yang berada pada receiver. Cara membaca reading meter pada receiver ini yaitu, satu garis bernilai kelipatan 2 dan hasil dari pembacaan reading meter dikalikan dengan besar pengali yang digunakan. Kemudian nilai intensitas tersebut dicatat dan dilakukan pengambilan data hingga 50 kali (sudut θ kubus mencapai 50°).
Berdasarkan hasil pengukuran yang didapatkan selama percobaan, diperoleh gambar grafik 5.2.1. Dari grafik, dapat dilihat bahwa data bersifat fluktuatif yang mengakibatkan dapat terjadinya interferensi destruktif dan konstruktif. Interferensi konstruktif (saling menguatkan) terjadi jika kedua gelombang sefase atau beda fasenya nol. Sedangkan interferensi destruktif (saling melemahkan) terjadi jika kedua gelombang berbeda fase 180°. Hal tersebut menyebabkan intensitas hanya terbaca pada sudut-sudut tertentu yang berada pada nilai tinggi ataupun nilai rendah. Grafik ini memiliki tiga puncak dengan nilai puncak yang berbeda-beda. Pada puncak pertama memiliki nilai sebesar 8°, 24 mA, puncak kedua memiliki nilai sebesar 19°, 1,35 mA, da puncak terakhir memiliki nilai sebesar 21°, 1,41 mA. Nilai intensitas yang paling tinggi berdasarkan grafik terletak pada puncak pertama dengan sudut sebesar 8° dan intensitas gelombang sebesar 24 mA. Dari perolehan hasil tiap-tiap puncak, dapat ditinjau besar atau kecilnya sudut difraksi yang terjadi. Semakin besar nilai intensitas gelombang maka sudut pembelokkan atau penyebaran gelombang (difraksi) semakin kecil. Untuk puncak pertama intensitas yang terjadi cukup besar dibandingkan dengan puncak kedua dan ketiga. Akant tetapi memiliki sudut difraksi yang lebih kecil dibandingkan dengan sudut difraksi yang terjadi pada puncak kedua dan ketiga.
Selain itu, didapatkan nilai hkl (koordinat bidang) pada kubus. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai hkl untuk bidang (110) sebesar 9,78 dengan sudut puncak yaitu 8°, untuk bidang (100) sebesar 0,22 dengan sudut 19°, dan untuk bidang (210) sebesar 6,99 dengan sudut puncak 21°. Sedangkan nilai literatur hkl dari tiap-tiap bidang yaitu, bernilai 2 untuk bidang (110), bernilai 1 untuk bidang (100), dan bernilai 5 untuk bidang (210). Sedangkan kelompok 5 mendapatkan nilai puncak yang mendekati literatur, untuk bidang (110) sebesar 2,65°, untuk bidang (100) sebesar 0,66°, dan untuk bidang (210) sebesar 4,47°.
Setelah didapatkan nilai hkl nya maka dapat dihitung nilai jarak antar kisi atau celah sempitnya (d) dengan persamaan d = a/√(h2 + k2 + l2). Dimana a merupakan jarak antar gotrinya dan h2 + k2 + l2 diperoleh menggunakan nilai perhitungan dari hkl dalam percobaan. Sehingga didapatkan nilai d untuk bidang (100) yaitu 4 cm, untuk bidang (110) didapatkan 2,82 cm dan bidang (210) didapatkan nilai d sebesar 1,78 cm. Dari ketiga nilai d yang didapatkan dari hasil perhitungan, yang mendekati nilai d literatur sebesar 4 cm yaitu nilai d pada bidang (100) sebesar 4 cm. Hal ini dikarenakan struktur pada kubus yang digunakan dalam percobaan memiliki bidang (100) dengan titik potong (intercept) sumbu x = 1, sumbu y, dan z sama dengan ∞, dan kebalikan (reciprocals) pada sumbu x menjadi 1/1, sumbu y dan z menjadi 1/∞ sehingga didapatkan nilai reduksi dan indeks millernya yaitu sumbu x sama dengan 1, sumbu y dan z bernilai 0 dan hasilnya adalah (100). Dengan sketsa sebagai berikut:
Untuk gambar 5.2.3 memiliki nilai hkl (110) dengan intercept sumbu x = 1, sumbu y = 1 dan sumbu z = ∞, dan reciprocals pada sumbu x dan y yaitu 1/1 dan 1/∞ untuk sumbu z, sehingga didapatkan nilai reduksi dan indeks millernya yaitu sumbu x dan y sama dengan 1 dan z adalah 0 dan hasilnya adalah (110). Sedangkan, untuk gambar 5.2.4 memiliki nilai hkl (210) dengan intercept sumbu x = 1/2, sumbu y = 1 dan sumbu z = ∞, reciprocals pada sumbu x = 1/1(1/2), sumbu y = 1/1, sumbu z = 1/∞ sehingga diperoleh nilai reduksi sumbu x = 2, sumbu y = 1, dan sumbu z = 0 serta indeks miller (210). Akan tetapi, bidang (110) dan bidang (210) bukan merupakan struktur bidang dari kubus pada percobaan karena nilai jarak antara kisi atau celah sempitnya tidak sesuai dengan nilai literatur yaitu 4 cm.
Adanya percobaan nilai pada jarak antar kisi atau celah sempit (d) ini disebabkan kesalahan saat membaca nilai intensitas pada reading meter (mengalami paralaks), ataupun karena meja yang digunakan untuk meletakkan rangkaian alat tergoyang atau tidak stabil dan kesalahan melakukan perhitungan. Begitu pula untuk nilai h2 + k2 + l2 yang tidak sesuai atau tidak mendekati nilai literatur.
VI. Kesimpulan
- Jarak antar gotri yang diperoleh sebesar 4 cm yang mana nilai ini digunakan untuk menghitung jarak kisi atau celah sempit yaitu d(100) = 4 cm, d(110) = 2,82 cm, dan d(210) = 1,78 cm.
- Konsep difraksi dapat diterapkan pada material kristal kubus. Dimana terjadinya hamburan gelombang mikro bahan kristal tersebut dapat digunakan untuk memperoleh nilai d (jarak antar gotri atau kisi). Besar atau kecilnya peristiwa difraksi yang terjadi tergantung dari besarnya intensitas gelombang dan panjang gelombang.
VII. Daftar Pustaka
- Ayars, D., 1991. Gelombang Elektromagnetik. Bandung: Cipta Bakti.
- Giancoli, D.C., 2001. Fisika Dasar 2 Edisi ke 5. Jakarta: Erlangga.
- Purbawanto, S., 2011. Pengaruh Fading Pada Sistem Komunikasi Gelombang Mikro Tetap dan Bergerak. Jurnal Teknik Elektro, 1(3), p.35.
- Ramalis, T., 2001. Gelombang dan Optik. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
- Suminta, S., 2003. Simulasi Pola Difraksi Sinar X Berbagai Jenis Mineral Zeolit Alam Dengan Program Rietan. Journal Of Indonesia Zeolites, 1(2), p.47.
- Sutrisno, S., 1979. Seri Fisika Dasar Gelombang dan Optik. Bandung: ITB.
- Tipler, P.A., 2001. Fisika Untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Erlangga.