Laporan Praktikum Muatan Spesifik Elektron (e/m)

Daftar isi

NISBAH e/m

I. Latar belakang

Nisbah atau perbandingan antara muatan elektron (e) dengan massa elektron (me) dapat diketahui dengan menggunakan peralatan tabung sinar katoda yang dilengkapi dengan medan listrik dan medan magnet. Percobaan ini sebelumnya telah dilakukan oleh Julius Plocker. Kemudian peristiwa ini dijelaskan oleh Sir William Crookes pada tahun 1879 yang berhasil menunjukkan bahwa sinar katoda adalah berkas sinar bermuatan negatif yang oleh Thomson disebut sebagai elektron.

Pengukuran nilai muatan elektron (e) dapat diketahui setelah percobaan yang dilakukan oleh J.J Thomson, yaitu dengan menggunakan peralatan sinar katoda. Harga e dapat didekati dengan harga perbandingan e/m yang diperoleh dari hubungan antara nilai arus (I), tegangan elektroda (V), dan radius lintasan elektron (r). Hubungan antar ketiganya dapat diketahui dari sifat-sifat coil Helmholtz yang menyebabkan adanya gaya sentripetal yang membuat lintasan elektron berbentuk lingkaran dari gaya linier yang timbul akibat perbedaan tegangan listrik antara katoda dengan anoda (Sears dan Zemansky, 1986).

Berdasarkan percobaan yang pernah dilakukan oleh Thomson tersebut, eksperimen ini mencoba untuk membuktikan kembali hubungan-hubungan tersebut.

II. Tujuan Percobaan

  1. Mempelajari lintasan gerak elektron akibat pengaruh medan magnet.
  2. Menghitung nilai e/m dari elektron.

III. Dasar Teori

Pada tahun 1897, seorang fisikawan Inggris J.J. Thomson, melakukan percobaan untuk meyakinkan bahwa sinar katoda adalah pancaran berkas partikel bermuatan negatif. Dalam percobaan ini, Thomson melewatkan sinar katoda dari katoda K melalui celah sempit pada anoda A, seperti pada gambar 1, yang kemudian terus melaju melalui 2 plat deflektor sejajar x dan x' yang dihubungkan ke kutub kutub baterai. Sinar katoda yang keluar dari celah 2 plat bermuatan tadi akhirnya membentur permukaan dalam tabung Geissler yang dilapisi dengan bahan fluoresensi berskala. Ketika hubungan plat x dan x' ke baterai diputuskan, lintasan sinar katoda didapati sepanjang garis terputus putus. Namun ketika plat x diberi muatan negatif dan x' positif, sinar katoda dapat dibelokkan ke bawah menjauhi plat x. Kenyataan ini menunjukkan bahwa partikel sinar katoda memang benar bermuatan listrik negatif. Di sisi tabung tempat x dan x' terpasang, Thomson memasang dua kutub berlawanan dari suatu magnet elektro. Penempatannya sedemikian rupa sehingga garis gaya medan magnetnya menyilang tegak lurus garis medan listrik antara plat x dan x', kekuatan medan magnet ini diatur sedemikian rupa sehingga mengakibatkan pembelokan sinar katoda yang sama besar tetapi berlawanan arah dari yang diakibatkan oleh medan magnet antara x dan x'. Susunan ini memberi akibat bahwa sinar katoda yang terpancar dari plat x akan merambat ke plat x' menurut suatu garis lurus. Dengan mengukur besar medan listrik dan magnet ini, Thomson berhasil menentukan nilai banding muatan listrik partikel sinar katoda terhadap massanya, yaitu nisbah (e/m). Nilai yang didapat sekitar 200 kali lebih besar dari pada yang dimiliki ion hidrogen, partikel kecil saat itu (Wospakrik, 2005).

bagan peralatan percobaan J.J. Thomson
Gambar 1. Bagan peralatan percobaan J.J. Thomson

Prinsip kerja dari percobaan nisbah e/m J.J. Thomson adalah dengan memanfaatkan penembak elektron untuk menembakkan elektron ke dalam tabung vakum. Kemudian lintasan dari elektron tersebut yang sebelumnya merupakan garis lurus, lintasan berubah menjadi lingkaran akibat medan magnet yang ditimbulkan oleh kumparan Helmholtz yang diberikan kuat arus listrik. Diameter berkas lintasan elektron (lingkaran) inilah yang akan diukur menggunakan penggaris yang kemudian ditentukan jari-jarinya. Lalu nisbah e/m dari elektron tersebut dapat ditentukan (Supriyadi, 2000).

Cara kerja tabung sinar katoda pertama bergantung pada fenomena emisi termionik, yang ditemukan oleh Thomson Edison pada saat mengerjakan eksperimen pengembangan bola lampu listrik. Untuk memahami bagaimana emisi termionik terjadi, bayangkanlah 2 plat kecil (elektroda) di dalam bola atau tabung hampa udara yang diberi beda potensial. Elektroda negatif disebut katoda, yang positif anoda. Jika katoda negatif dipanaskan (biasanya dengan arus listrik) sampai panas dan berpijar, ternyata muatan negatif meninggalkan katoda dan mengalir ke anoda positif. Muatan-muatan negatif ini sekarang disebut elektron, tetapi pada awalnya disebut sinar katoda karena kelihatannya datang dari katoda (Giancoli, 2001).

Katoda biasanya berupa suatu filamen atau suatu oksida logam. Ketika filamen atau oksida logam ini dipanaskan dengan suatu sumber listrik, elektron-elektron dalam katoda ini memperoleh energi. Dengan energi ini, elektron-elektron ini akan melepaskan diri dari ikatan molekul-molekul pada katoda sehingga mereka akan keluar meninggalkan katoda. Peristiwa keluarnya elektron-elektron dari suatu material akibat pemanasan dinamakan emisi termionik. Energi minimum yang dibutuhkan untuk melepas elektron dari katoda dinamakan fungsi kerja. Emisi termionik biasanya terjadi pada suhu tinggi sekali, itulah sebabnya proses ini tidak terjadi pada semua logam (pada suhu tinggi sekali banyak logam akan melebur) (Surya, 2009).

Energi kinetik yang dimiliki elektron dapat dicari dari potensial ambang (pada saat arus sama dengan nol). Beda potensial ini bersifat menahan laju elektron. Seiring dengan kenaikan beda potensial yang diberikan dari sumber tegangan, penunjukan jarum amperemeter akan mengecil. Jika suatu ketika jarum amperemeter menunjukkan angka nol, artinya tidak ada elektron yang lepas dari permukaan anoda. Berarti, besarnya energi potensial yang diberikan oleh sumber tegangan sama dengan energi kinetik yang dimiliki elektron. Nilai beda potensial pada saat itu disebut potensial penghenti. Sebuah elektron bermassa m dan bermuatan c yang dipercepat dengan beda potensial V akan memiliki energi kinetik sebesar:

\begin{equation} E_k = eV. \tag{1} \end{equation}

Jika kecepatan elektron v, maka energi kinetik dapat dinyatakan sebagai (Sears dan Zemansky, 1986):

\begin{equation} eV = \frac{1}{2}mv^2. \tag{2} \end{equation}

Jika partikel bermuatan (elektron) bergerak dengan kecepatan v di daerah dengan kuat medan B, maka partikel tersebut akan mengalami pembelokan yang diakibatkan oleh timbulnya gaya magnet (Fm). Jika muatan elektron adalah e dan kecepatan adalah v, maka elektron akan mengalami gaya magnetik yang besarnya:

\begin{equation} \vec{F_m} = e(\vec{V} \times \vec{B}), \tag{3} \end{equation}

untuk medan magnet yang seragam dan arah kecepatan elektron tegak lurus terhadap medan magnet, elektron akan memiliki lintasan berbentuk lingkaran. Hal ini diakibatkan dari perubahan arah kecepatan elektron tanpa mengubah kelajuannya yang disebabkan oleh gaya sentripetal. Besarnya gaya sentripetal itu dirumuskan sebagai:

\begin{equation} F_s = m \frac{v^2}{r}, \tag{4} \end{equation}

pada gerak melingkar ini besar gaya sentripetal sama dengan besar gaya magnetik elektron tersebut yaitu:

\begin{align} F_s &= F_m,\\[.5em] m\frac{v^2}{r} &= evB\tag{5}. \end{align}

Persamaan diatas disebut formula siklotron, karena persamaan tersebut menggambarkan gerak partikel di dalam sebuah siklotron (alat pemercepat partikel) (Wiyanto, 2008).

Dalam percobaan sinar katoda, terdapat 2 gaya yang bekerja yaitu gaya elektromagnetik dan gaya sentripetal. Gaya sentripetal ini muncul diakibatkan karena bentuk lintasan dari gaya elektromagnetik berbentuk lingkaran. Sehingga pada saat memasuki daerah medan magnetik akan terjadi kesetimbangan gaya yaitu antara magnetik dan gaya sentripetal. Dengan melanjutkan persamaan (5) maka didapatkan (Krane, 2011):

\begin{align} F_s &= F_m,\\[.5em] m\frac{v^\cancel{2}}{r} &= e\cancel{v}B,\\[.5em] \frac{e}{m} &= \frac{v}{Br},\\[.5em] v &= \frac{eBr}{m}.\tag{6} \end{align}

Persamaan (6) disubstitusikan ke persamaan (2):

\begin{align} \cancel{e}V &= \frac{1}{2} \cancel{m} \left(\frac{\cancel{e}Br}{\cancel{m}}\right)^2,\\[.5em] V &= \frac{e(Br)^2}{2m},\\[.5em] \frac{e}{m} &= \frac{2V}{(Br)^2}.\tag{7} \end{align}

IV. Metodologi Percobaan

4.1 Alat dan Bahan

  1. Seperangkat tabung Thompson Phywe (1 set), sebagai alat percobaan.
  2. Sumber tegangan tinggi 0-5 kV (1 buah), sebagai pemberi tegangan.
  3. Sumber arus (1 buah), sebagai pemberi arus.
  4. Multimeter (1 buah), sebagai pengukur tegangan.
  5. Amperemeter (1 buah), sebagai pengukur arus.
  6. Kabel penghubung (secukupnya), sebagai penghubung komponen 1 dengan lainnya.

4.2 Gambar Rangkaian Alat

rangkaian alat percobaan nisbah e per m
Gambar 2. Rangkaian alat percobaan nisbah e/m

4.3 Langkah Kerja

4.3.1 Percobaan 1 (V konstan)
diagram alir percobaan 1 (V konstan)
Gambar 3. Diagram alir percobaan 1 (V konstan)
4.3.2 Percobaan 2 (I konstan)
diagram alir percobaan 2 (I konstan)
Gambar 4. Diagram alir percobaan 2 (I konstan)

V. Data dan Analisa

5.1 Data Percobaan

5.2 Analisa Data

Prinsip dasar yang digunakan pada percobaan ini adalah ketika suatu elektron berada dalam suatu area yang dipengaruhi oleh medan magnet, maka elektron tersebut akan mengalami penyimpangan atau dibelokkan. Prinsip kerjanya yaitu dengan memanfaatkan penembak elektron (sinar katoda) ke dalam vakum, yang mana membuat elektron bergerak dalam lintasan garis lurus, kemudian lintasan berubah menjadi berbentuk lingkaran akibat diberi medan magnet, sehingga dapat diukur jari-jari lintasan melingkar elektronnya, serta dengan menggunakan berbagai persamaan terkait akibat gaya sentripetal sama dengan gaya medan magnet, nilai perbandingan antara muatan elektron dengan massa elektron (e/m) dapat ditentukan.

Pembelokan elektron disebabkan oleh medan magnet yang dihasilkan dari kumparan Helmholtz, ketika elektron memasuki medan magnet maka arah kecepatan elektron dari katoda ke anoda akan tegak lurus terhadap arah medan magnet, sehingga terlihat pancaran berkas seperti berbentuk lingkaran dengan jari-jari tertentu sebagai lintasan elektron yang dilalui (gaya medan magnet = gaya sentripetal). Sinar katoda tidak dapat dilihat dengan mata, oleh karena itu digunakan suatu zat pada ruang vakum di dalam tabung kaca, yaitu zat Helium sehingga dapat terbentuk sebuah sinar pendaran berwarna kebiru-biruan. Warna sinar kebiruan ini dapat terlihat akibat adanya panjang gelombang yang dicapai oleh elektron valensi He ketika bertumbukkan dengana elektron pada katoda.

Pada tabel 1 percobaan pertama dengan V konstan (variasi I) didapatkan diameter lintasan elektron yang berbanding terbalik dengan kenaikan arus (I). Ketika arus semakin dibesarkan maka diameter lintasan elektronnya semakin mengecil (I ~ 1/d). Medan magnet yang dihasilkan oleh kumparan solenoida pada titik pusat digunakan untuk variabel bebas pada grafik (karena I yang divariasi) dan variabel terikatnya adalah kuadrat jari-jari lintasan elektron. Berikut ini adalah gambar grafiknya:

grafik 1 hubungan antara r kuadrat dengan 1 per B kuadrat pada V konstan
Gambar 5. Grafik 1 hubungan antara r2 dengan 1/B2 pada V konstan

Banyaknya kumparan Helmholtz pada percobaan ini adalah 154 dengan jari-jari kumparannya sebesar 0,2 m. V konstan pada percobaan pertama ini adalah sebesar 140,2 volt dan variasi medan magnet akibat variasi I. Dari grafik hubungan antara r2 dengan 1/B2 di atas didapatkan gradiennya sebesar 1,1327 × 10-12. Hasil dari gradien ini kemudian digunakan untuk menentukan nilai e/m melalui persamaan garis. Didapatkan nilai perbandingan e/m sebesar 2,47 × 1010 C/kg dengan kesalahan relatif dan ketelitian masing-masing sebesar 19,5% dan 80,5%. Gradien ini juga digunakan untuk menghitung nilai perbandingan e/(2m), yang dari percobaan ini didapatkan sebesar 1,24 × 1010 C/kg dengan kesalahan relatif dan ketelitian masing-masing sebesar 17,7% dan 82,3%.

Pada tabel 2 percobaan kedua dengan I konstan sebesar 1 A (variasi V), didapatkan diameter lintasan melingkar elektron yang berbanding lurus dengan kenaikan tegangan (V). Ketika tegangan dinaikkan atau dibesarkan maka diameter lintasan elektronnya juga semakin membesar (V ~ d). Nilai V adalah nilai yang divariasikan, maka dari itu nilai V (tegangan) menjadi variable bebasnya dan variabel terikatnya adalah kuadrat jari-jari lintasan elektron. Berikut ini adalah gambar grafiknya:

grafik 2 hubungan antara r kuadrat dengan V pada I konstan
Gambar 6. Grafik 2 hubungan antara r2 dengan V pada I konstan

Medan magnet pada percobaan kedua ini adalah sebesar 9,671 × 10-4 T. Dari grafik hubungan antara r2 dengan V di atas didapatkan gradiennya sebesar 1,517 × 10-5. Kemudian didapatkan nilai perbandingan e/m sebesar 1,4096 × 1011 C/kg dengan kesalahan relatif dan ketelitian masing-masing sebesar 7,4% dan 92,6%. Gradien ini juga digunakan untuk menghitung nilai perbandingan e/(2m), yang mana dari percobaan ini didapatkan sebesar 0,7048 × 1011 C/kg dengan kesalahan relatif dan ketelitian masing-masing sebesar 6,8% dan 93,2%.

Menurut literatur dari Fisika Sains untuk dan Teknik edisi ketiga jilid 2 karya Tipler, nilai perbandingan e/m adalah sebesar 1,7588 × 1011 C/kg. Hasil perbandingan e/m dari kedua grafik di atas mendekati nilai dari perbandingan e/m pada literatur. Hal ini menunjukkan bahwa percobaan yang dilakukan ini cukup akurat. Perbedaan kecil nilai e/m pada percobaan dengan literatur disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang dilakukan selama percobaan seperti pembacaan nilai arus dan tegangan pada multimeter, kesalahan mengukur diameter lintasan elektron, kesalahan perhitungan, dan kesalahan pembuatan grafik.

VI. Kesimpulan

  1. Lintasan gerak elektron yang terbentuk akibat pengaruh medan magnet adalah lingkaran. Hal ini disebabkan oleh kumparan Helmholtz yang menghasilkan suatu medan magnet yang tegak lurus terhadap kecepatan elektron, sehingga elektron bergerak pada lintasan melingkar (gaya medan magnet sama dengan gaya sentripetal).
  2. Nilai perbandingan e/m dari elektron yang didapatkan saat V konstan yaitu sebesar 2,47 × 1010 C/kg dengan ketelitian sebesar 80,5% sedangkan saat I konstan yaitu sebesar 1,4096 × 1011 C/kg dengan ketelitian sebesar 92,6%. Sementara pada literatur, nilai perbandingan e/m dari elektron yaitu sebesar 1,7588 × 1011 C/kg.

VII. Daftar Pustaka

  • Giancoli, D.C., 2001. Fisika Jilid 1 Edisi 5. Jakarta: Erlangga.
  • Krane, K., 2011. Modern Physics Third Edition. USA: John Wiley & Sons, Inc.
  • Sears, F.W. dan Zemansky, M.W., 1986. Fisika untuk Universitas Jilid 2. Bandung: Bina cipta.
  • Supriyadi, S., 2000. Konsep Dasar Fisika Modern. Yogyakarta: UNY.
  • Surya, Y., 2009. Fisika Modern. Tangerang: PT. Kandel.
  • Wiyanto, W., 2008. Elektromagnetika. Yogyakarta: Graha Ilmu.
  • Wospakrik, H.J., 2005. Dari Atomos Hingga Quark. Jakarta: Gramedia.

VIII. Bagian Pengesahan

IX. Lampiran

Creative License
by-sa logo license
Konten/Material pada halaman ini dilisensikan dengan Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License oleh psi. Klik link berikut untuk memahami aturan penggunaan ulang material pada blog Hipolisis.