Daftar isi
KOEFISIEN SERAPAN SINAR GAMMA
I. Latar belakang
Radiasi elektromagnetik banyak digunakan dalam bidang industri, pertanian, kedokteran, teknik pengayaan nuklir dan lainnya. Dalam dunia industri, radiasi elektromagnetik khususnya radiasi sinar X atau sinar gamma banyak digunakan untuk mengetahui struktur logam dan tingkat kecacatan suatu logam, serta banyak digunakan juga untuk mensterilisasi makanan dari bakteri, agar makanan tersebut dapat bertahan lama. Sebuah inti atom (proton atau neutron) dapat berada dalam keadaan terikat apabila energi tereksitasinya lebih rendah daripada energi keadaan dasar. Inti atom tereksitasi kembali ke keadaan dasar dengan memancarkan foton yang energinya bersesuaian dengan perbedaan energi antara keadaan awal dan keadaan akhir transisi. Foton yang dipancarkan oleh inti atom memiliki energi yang berbeda-beda dan besarnya bisa mencapai beberapa MeV. Secara umum foton yang dipancarkan oleh inti atom ini disebut sebagai sinar gamma.
Percobaan koefisien serapan sinar gamma ini menggunakan tabung Geiger Muller sebagai alat detektor yang bekerja berdasarkan prinsip ionisasi. Sumber radiasi yang digunakan adalah Co-60. Dari hasil percobaan tersebut nantinya dapat diketahui hubungan antara intensitas dengan ketebalan absorber yang digunakan serta koefisien absorbsi dari absorber tersebut.
II. Tujuan Percobaan
- Menghitung koefisien serapan sinar gamma dengan absorber timbal dan polyethylene.
- Menganalisa grafik hubungan intensitas sebagai fungsi ketebalan absorber.
III. Dasar Teori
Peluruhan radioaktif adalah kumpulan berbagai proses dimana sebuah inti atom yang tidak stabil memancarkan partikel subatomik (partikel radiasi). Peluruhan terjadi pada sebuah nukleus induk dan menghasilkan sebuah nukleus anak. Ini adalah sebuah proses acak (random) sehingga sulit sekali untuk memprediksi peluruhan yang terjadi pada sebuah atom (Halliday, 2006).
Unsur radioaktif alam dan buatan menunjukkan aktivitas radiasi yang sama dengan memancarkan 3 jenis sinar, yaitu sinar α, sinar β, dan sinar γ. Sinar γ adalah suatu gelombang elektromagnetik bukan partikel. Dengan demikian, tidak mempunyai muatan listrik maupun massa. Sinar γ mempunyai daya hambur yang sangat besar, diperlukan lembaran tipis timbal untuk menghadangnya. Sinar γ tidak mengionisasi atom-atom yang dilewatinya secara langsung, meskipun dapat menyebabkan atom memancarkan partikel lain yang efek selanjutnya dapat menyebabkan ionisasi (Beiser, 1983).
Koefisien serapan sinar gamma merupakan suatu konstanta pembanding yang menghubungkan antara besarnya intensitas sumber radioaktif yang terserap dengan ketebalan suatu bahan penyerap. Besar koefisien serapan sinar gamma dapat ditentukan dengan mencacah intensitas sumber radioaktif yang memancarkan sinar gamma dengan detektor geiger muller (Burnham, 1992).
Ketika sinar gamma melewati material, maka sebagian sinar gamma tersebut diserap oleh material. Intensitas dari sinar akan berkurang sesuai dengan persamaan I = I0e-μx dengan I0 adalah intensitas awal, x adalah jarak yang ditempuh sinar gamma (tebal medium penyerapan). Dari persamaan tersebut dapat dicari hubungan antara tebal penyerap (x) yang diperlukan untuk mereduksi intensitas sinar gamma, yang dinyatakan dalam koefisien atenuasi linier bahan μ. Hubungan antara rasio intensitas akhir dan awal adalah sebagai berikut, (Wiyatno, 2006)
IV. Metodologi Percobaan
4.1 Alat dan Bahan
- Seperangkat alat pencacah, sebagai pencacah radiasi radioaktif.
- Seperangkat detektor geiger muller, sebagai pendeteksi cacahan radioaktif.
- Kepingan Co-60, sebagai sumber radioaktif.
- Kepingan timbal dan polyethylene, sebagai sumber bahan serap yang diuji.
4.2 Gambar Alat
4.3 Langkah Kerja
4.4 Metode Grafik
V. Data dan Analisa
5.1 Data Percobaan
x (m) | Cacahan (Imp) | ||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
6,700 × 10-3 | 1,650 × 10-3 | 3,400 × 10-3 | 0,950 × 10-3 | 8,350 × 10-3 | |||||||||||||||
1 | 187 | 262 | 267 | 294 | 207 | ||||||||||||||
2 | 210 | 251 | 275 | 290 | 191 | ||||||||||||||
3 | 197 | 275 | 236 | 290 | 215 | ||||||||||||||
x (m) | Cacahan (Imp) | ||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
0,250 × 10-3 | 0,125 × 10-3 | 0,062 × 10-3 | 0,030 × 10-3 | 0,375 × 10-3 | |||||||||||||||
1 | 282 | 295 | 291 | 272 | 264 | ||||||||||||||
2 | 244 | 277 | 266 | 269 | 254 | ||||||||||||||
3 | 275 | 275 | 303 | 296 | 281 | ||||||||||||||
dengan waktu tiap pencacahan selama 60 detik, cacah latar awal sebanyak 288 Imp, cacah latar akhir sebanyak 302 Imp, dan tegangan kerja sebesar 480 V.
5.2 Analisa Data
Prinsip kerja detektor Geiger-Muller adalah interaksi radiasi dengan materi melalui proses ionisasi. Apabila radiasi menembus detektor maka radiasi tersebut akan berinteraksi dengan gas isian utama melalui proses ionisasi. Proses ionisasi akan menghasilkan pasangan ion primer yaitu ion positif dan elektron. Ion positif dan elektron dapat bergerak menuju elektroda yang berlawanan apabila medan listrik dalam tabung detektor cukup kuat. Ion positif akan bergerak menuju katoda sedangkan elektron tertarik ke anoda. Pergerakan elektron yang menuju anoda akan memiliki kecepatan lebih besar daripada ion positif. Hal tersebut disebabkan elektron mempunyai massa yang relatif ringan dibandingkan massa ion positif. Selama pergerakan elektron menuju anoda, elektron tersebut akan menumbuk gas isian utama yang lain sehingga mengakibatkan terbentuknya pasangan ion sekunder. Proses ionisasi sekunder akan terjadi terus menerus hingga terjadi pengumpulan muatan yang cukup besar di anoda. Pengumpulan muatan (avalanche) pada anoda akan menyebabkan tegangan menurun dan menghasilkan pulsa listrik. Hasil interaksi (keluaran) tersebut yang berupa pulsa akan dilipatgandakan kemudian dibaca oleh sebuah alat dan ditampilkan pada indikator yang berupa jarum penunjuk, lampu atau bunyi klik dimana satu bunyi menandakan satu partikel.
Pada Data Percobaan digunakan nilai tegangan kerja detektor Geiger Muller sebesar 480 volt dengan waktu cacahan (t) sebesar 60 s. Kemudian cacahan latar awal dan akhir nya diukur dan didapatkan data cacahannya masing-masing sebesar 288 Imp dan 302 Imp. Didapatkan juga pada Tabel 1 dan 2 data cacahan dengan variasi ketebalan menggunakan bahan timbal dan polyethylene. Data-data ini kemudian diplot ke dalam sebuah grafik sesuai dengan Metode Grafik 4.4, dengan variabel bebasnya adalah x (ketebalan), variabel terikatnya adalah ln (I/I0), yaitu perbandingan intensitas yang diteruskan (I) dengan intensitas yang datang (I0), dan gradiennya mt = -µ (koefisien atenuasi linier bahan). Berikut ini adalah kedua gambar grafiknya:
Dari Gambar 5 dan 6 dapat diamati bahwa kedua grafik hampir mendekati linier, serta intensitas radiasinya mulai menurun ketika diberi penghalang, baik timbal maupun polyethylene. Namun apabila dibandingkan daya serap atau atenuasinya antara timbal dan polyethylene, maka dalam hal ini timbal lebih baik dari polyethylene sebagai bahan penyerap radioaktif. Hal ini dikarenakan pengaruh nilai isotop pada sumber radioaktif. Unsur yang memiliki nomor massa tinggi memiliki daya serap yang lebih besar dibandingkan dengan unsur yang mempunyai nomor massa kecil. Nomor massa timbal adalah 207,2 u dan polyethylene adalah 28,05 u. Kemudian dilihat dari ketebalan penghalang, dapat dikatakan bahwa besarnya koefisien serapan atau atenuasi (µ) terhadap suatu material berbanding terbalik dengan tebal (x) dari material tersebut. Faktor lain adalah massa jenis dan besarnya energi radiasi yang mengenainya. Dari literatur diketahui bahwa massa jenis untuk timbal dan polyethylene masing-masing sebesar 11.34 g/cm3 dan 0.975 g/cm3, semakin besar massa jenisnya maka semakin besar juga daya serapnya. Pada Gambar 5 dan 6 didapatkan masing-masing nilai gradien sebesar mt = -50,2893 dan mt = -203,01346, dengan ketelitian sebesar 87,8 % dan 67,8%. Ketelitian grafik pada bahan polyethylene sangatlah kecil, hal ini akan mempengaruhi nilai koefisien atenuasinya. Dengan menggunakan hubungan persamaan garis linier y = mx + c dan sesuai Metode Grafik 4.4 maka nilai gradien (mt) ini dapat menentukan nilai koefisien atenuasi linier bahan (µ). Didapatkan nilai µ untuk bahan timbal dan polyethylene masing-masing sebesar 50,2893 /mm dan 203,01346 /mm. Nilai µ dari bahan polyethylene lebih besar daripada bahan timbal pada percobaan ini, maka daya serap polyethylene lebih baik dibandingkan dengan timbal.
Menurut literatur, koefisien atenuasi linier (µ) bahan timbal adalah rata-rata sebesar 9,71 /mm dengan pemberian energi yang divariasi pada rentang 0,5 - 2,0 MeV dan untuk bahan polyethylene adalah rata-rata sebesar 3 /mm dengan pemberian energi yang divariasi pada rentang 0,02 - 0,08 MeV. Hasil yang didapatkan pada percobaan ini berbeda dengan literatur, seharusnya nilai µ timbal lebih besar daripada nilai µ polyethylene. Perbedaan-perbedaan hasil data percobaan dengan literatur ini dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti umur detektor Geiger Muller yang sudah tua sehingga efisiensinya turun, bahan penyerap yang tidak diperbaharui, dan tidak tepatnya pengukuran cacahan oleh praktikkan. Perbedaan dengan literatur ini terutama pada koefisien atenuasi linier bahan polyethylene juga dapat terlihat jelas pada ketelitian grafiknya yaitu hanya sebesar 67,8%.
Pada percobaan ini digunakan tegangan kerja pada detektor sebesar 480 volt karena merupakan daerah plateau (tegangan kerja) detektor Geiger Muller. Panjang plateau detektor yang baik adalah lebih dari 100 volt. Detektor yang dioperasikan di bawah tegangan kerja menyebabkan pulsa-pulsa yang tercacah masih sedikit, karena elektron dan ion yang terjadi akibat ionisasi masih banyak yang mengalami penggabungan kembali atau rekombinasi. Detektor yang dioperasikan di atas tegangan kerja akan menyebabkan terjadinya pelucutan ion yang sangat banyak dan sudah tidak sebanding lagi dengan intensitas radiasi yang datang. Biasanya ditandai dengan bentuk kurva sebelum dan setelah daerah plateau memiliki gradien (kemiringan) yang besar.
Cacahan latar awal didapatkan sebesar 288 Imp dan cacahan latar akhir didapatkan sebesar 302 Imp, perbedaan ini disebabkan oleh resolving time pada detektor Geiger Muller. Resolving time adalah waktu minimum yang diperlukan agar zarah radiasi berikutnya dapat dicatat setelah terjadinya pencatatan atas zarah radiasi yang datang sebelumnya. Resolving time merupakan ciri karakteristik dari sistem pencacah karena semakin kecil resolving time sistem pencacah maka semakin baik untuk mencacah laju cacahan yang tinggi. Jadi pada cacahan latar awal resolving time masih bernilai besar karena baru pertama kali digunakan untuk mencacah (belum optimal), setelah digunakan berulang kali untuk mengukur cacahan zat radioaktif dan dilanjutkan mencacah latar akhir maka waktu resolving time nya menjadi bernilai kecil. Waktu resolving time yang telah menjadi kecil ini bagus digunakan untuk mengukur cacahan radioaktif selanjutnya.
VI. Kesimpulan
- Dari percobaan ini didapatkan nilai koefisien atenuasi linier bahan μ sebesar:
μ = 50,29 /mm untuk timbal,
μ = 203,01 /mm untuk polyethylene. - Dari percobaan ini didapatkan hubungan antara intensitas (ln(I/I0)) dengan ketebalan (x), yaitu berbanding terbalik, semakin tebal bahan absorber (timbal atau polyethylene) maka intensitas yang akan diterima akan semakin kecil.
VII. Daftar Pustaka
- Beiser, A., 1983. Konsep Fisika Modern. Jakarta: Erlangga.
- Burnham, J.U., 1992. Proteksi Radiasi. Jakarta: Erlangga.
- Halliday, D., 2006. Fisika Modern. Jakarta: Erlangga.
- Wiyatno, Y., 2006. Fisika Nuklir Jilid I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.